TARI JATHILAN

Oleh:
Enggi Arief
Arfiandiasary
11 015 128
Tugas akhir mata
kuliah Seni Tari semester Ganjil
7-C
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULAN KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
GANJIL/ 2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahka rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi
tugas mata kuliah Seni Tari yang berjudul “Tari Jathilan”
Semoga
melalui makalah ini penulis dapat menambahkan wawasan mengenai karya seni tari
Jatilan yang ada di daerah Istimewa Yogyakarta.
Penulis
penyadari terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan
dari banyak pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ibu Poppy, M. Pd. I selaku dosen pengampu mata kuliah Seni Tari
2.
Paguyupan kesenian Jathilan Turonggo Mudo Wasesa
3.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik
sangat kami harapkan demi kebaikan makalah ini. Akhirnya penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
Yogyakarta, Desember 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Tujuan ................................................................................................ 1
B. Manfaat ............................................................................................. 1
C. Tinjauan Pustaka............................................................................... . 2
BAB II ISI
A. Penari................................................................................................. 4
B. Kostum .............................................................................................. 4
C. Riasan atau Make-up..........................................................................
4
D. Properti
...............................................................................................4
E. Iringan Musik
.................................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN
BAB
IV PENUTUP
A.
Kesimpulan
......................................................................................
13
B.
Saran
.................................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk
mengetahui kelestarian tari Jathilan di Yogyakarta yang hampir punah.
B.
Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi informasi
yang bermanfaat untuk pendidikan.
C.
Tinjauan Pustaka
1.
Asal Mula jathilan
Jathilan adalah salah satu jenis tarian rakyar
yang bila ditelusuri latar belakang sejarahnya termasuk tarian yang sudah lama
ada di Jawa. Penari Jathilan semula hanya diperagakan oleh 2 orang saja, tetapi
seiring dengan perkembangan zaman Jathilan dilakukan lebih dari dua orang dan
dilaksanakan secara berpasangan. Tarian Jathilan dilakukan dengan cara para
penari menaiki kuda kepang dan bersenjatakan pedang.
Tari Kuda Kepang merupakan tarian rakyat yang
sangat populer di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di daerah
Yogyakarta tari Kuda kepang dinamakan Jathilan. Bahkan ada daerah lain yang
menyebutkan tari Jathilan sebagai tari
Incling, ada pula yang memberi nama Kuda Lumping atau Jaran Kepang.
Menurut sejarahnya tari Jathilan sudah ada
sejak zaman primitif dan digunakan sebagai sarana upacara ritual yang sifatnya
magis. Semula tari Jathilan hanya menggunakan peralatan yang sederhana. Begitu
pula cara berpakaian penarinya juga
masih sangat sederhana. Seiring dengan perkembangan zaman, instrumen yang
digunakan untuk tari Jathilan semakin komplit begitu pula kostum para penarinya
juga sudah lebih bagus dan kreatif. Semula tari Jathilan hanya digunakan untuk
acara ritual saja, sekarang sudah dijadikan sebagai seni pertunjukkan. Sebagai
seni pertunjukan para seniman membuat sedikit perubahan, gerakan lebih diamis,
kreatif. Dan lebih bervariasi.
Tarian Jathilan menggambarkan peperangan
dengan dengan menaiki kuda dan bersenjatakan
pedang. Selain peneri berkuda ada pula penari yang tidak berkuda tetapi
bertoprng, yaitu sebagai Penthul, Bejer, Cepet, Gendruwo, dan Barongan. Para
penari jathilan biasanya ada penari yang sampai mengalamikeadaan Trance, yaitu
keadaan dimana penari mengalami keadaan tidak sadarkan diri. Bahkan penari yang
mengalami kesurupan tersebut bisa makan barang-barang dari kaca. Hal ini
mustahil bisa dilakukan oleh penari biasa apabila tidak sedang mengalami
trance.
Pada pertunjukkan Jathilan ada tempat atau
arena yang tetap, hal ini berbeda dengan reog yang arenanya tidak tetap karena
biasanya reog dipergunakan untuk mengiringi suatu karnaval atau upacara
tertentu. Biasanya pendukung penari Jathilan berjumlah 35 orang, dengan
perincian penari 20 orang, penabuh instrumen 10 orang, 4 orang sebagai pembantu
umum atau menjaga keamanan, dan 1 orang sebagai koordinator pertunjukkan yang
mengatur jalannya pertunjukkan dari awal hingga berakhirnya tari Jathilan.
Para penari menaiki kuda yang terbuat dari
bambu dan membawa pedang seolah-olah hendak perang melawan musuh. ketika menari
para penari menggunakan kostum dan tata rias muka yang realistik namun demikian
ada pula grup Jathilan yang kostumnya non realistis terutama tutup kepala,
yaitu menggunakan irah-irahan wayang orang. Pada kostum yang realistis, tutup
kepala mengenakan blangkon atau iket kepala dan memakai kaca mata gelap. Kostum
pakaiannya menggunakan baju atau kaos, rompi, celana panji, stagen dan timang.
Ada penari yang menggunakan topeng hitam yang
disebut Bejer (Tembem atau Doyok), ada yang mengenakan topeng putih bernama
Penthul atau Bancak. Bejer dan panthul berfungsi sebagai penari, penyanyi, dan
pelawak untuk menghibur prajurit berkuda yang beristirahat. Pertunjukan
Jathilan dapat dilakukan malam hari maupun siang hari. Tempat pertunjukkan
berbentu arena dengan lantai berupa lingkaran dan lurus. Vokal hanya diucapkan
oleh Penthul dan Bejer dalam bentuk dialog dan tembang. Instrumen yang dipakai
adalah angklung 3 buah, kepyak setangkep, dan sebuah kendang. Semua peralatan
instrumen tersebut diletakkan dekat arena pertunjukkan.
2.
Iringan Musik
Iringan musik yang digunakan pada Jathilan
campur adalah gamelan berlaras slendro dicampur dengan musik diatonis, dan
instrumen musik rakyat yaitu bedhug, dengan iringan gending ladrang dan
lancaran.
Pada awal pertunjukkan dimulai dengan irama
gendring ladrang Sri Slamet laras slendro pathet nem. Gendeng Sri Slamet ini
sebagai penyajian prapentas yang mempunyai maksud agar selama mengadakan
pertunjukkan Jathilan mendapat keselamatan dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan tidak
ada gangguan.
Iringan gendhing yang digunakan dikategorikan
menjadi empat. Iringan pada tari Jathilan Campur Selamat Datang adalah adalah
Sekar Dhandhanggula, yang mengiringi keluarnya tokoh penthul tembem.
Dilanjutkan gending lancaran Kuda Lumping. Pada babak ini kan ditampilkan
lagu-lagu dolanan dan campursari, seperti Uthuk-uwuk, Caping Gunung, Yen Ing
Tawang Ana Lintang. Iringan musik tari Jathilan campul asli juga menggunakan
sekar Dhandanggula. Dan saat penari keluar diiringi gendhing lancaran Kuda
Lumping. Iringan yang digunakan pada tari Kuda Lumping adalah gendhing lancaran
dengan irama matut irama. Iringan Blinderan adalah Ladrang Jangkrik Gengong
untuk mengiringi keluarnya Maggala Yudha.
BAB II
ISI
Hasil Observasi di Lapangan
Berdasarkan
hasil observasi yang dilakukan pada hari Minggu, 14 Desember 2014 diperoleh
hasil sebagai berikut,
A.
Penari
Jumlah penari jathilan seluruhnya 30 orang, meliputi tokoh raja,
prajurit, raksasa, hanoman, penthul, dan barongan. Khusus penari utama yang
membawa kuda lumping 10 orang atau 5 pasangan.
B.
Kostum
Kostum yang dikenakan penari Jathilan adalah menggambarkan pakaian
seorang prajurit kelompok orang pria sedang naik kuda dengan membawa senjata
yang dipergunakan untuk latihan atau gladi perang para prajurit.

Gambar
1. Kostum Jathilan
(dokumentasi : Enggi, 2014)
C.
Riasan atau Make Up
Konsep tata rias yang digunakan dalam kesenian jathilan tidak terlalu
berlebihan, sehingga justru akan terlihat lebih menarik. Rias jenis ini merupakan
konsep rias sederhana yang dapat dilakukan siapapun dan bisa digunakan untuk
keperluan apapun. Tuntutan yang paling utama adalah bagaimana mengekspresikan
gerak agar karakterisasi pertunjukan jathilan yang mengambil cerita tertentu
dapat dipenuhi. Untuk jenis makeup kedua yang digunakan adalah karakter makeup
yaitu diperuntukkan tokoh-tokoh dalam pementasan jathilan, misalnya Aryo Penangsang.
Hal tersebut juga terjadi dalam dramatari, karena yang dibutuhkan adalah
gerak-gerak penguat ekspresi.
D.
Properti
Properti dalam tari Jathilan adalah anyaman yang terbuat dari bambu
yang berbentuk kuda yang berfungsi sebagai tunggangan prajurit yang gagah,
lincah, dan gesit. Selain itu properti lain yang digunakan adalah pedang yang
terbuat dari kayu atau pecut yang berfungsi untuk menunjang prajurit dalam
berperang.

Gambar 2. Kuda kepang
(dokumentasi : Enggi, 2014)
E.
Iringan Musik
Iringan musik yang digunakan adalah musik gamelan sederhana
seperti gendang,
bonang, saron, kempul, slompret dan ketipung.
BAB III
PEMBAHASAN
Jathilan
dikenal sebagai tarian paling tua di Jawa, dikenal juga dengan nama Jaran
Kepang. Tarian ini mempertontonkan kegagahan seorang prajurit di medan
perang dengan menunggang kuda sambil menghunus sebuah pedang. Penari
menggunakan kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu atau kulit binatang
yang disebut dengan Kuda Kepang, diiringi alat musik gendang, bonang, saron,
kempul, slompret dan ketipung.
Tarian ini pertunjukkan oleh penari yang menggunakan seragam prajurit dan yang lainnya menggunakan topeng dengan tokoh-tokoh yang beragam, ada Gondoruwo (setan) atau Barongan (singa). Mereka mengganggu para prajurit yang berangkat ke medan perang. Lakon yang dimainkan umumnya sama, seperti Panji, Ario Penangsang atau gambaran kehidupan prajurit pada masa kerajaan Majapahit.
Kostum lainnya berupa seragam celana sebatas lutut, kain batik bawahan, kemeja atau kaus lengan panjang, setagen, ikat pinggang bergesper, selempang bahu (srempeng), selendang pinggang (sampur) dan kain ikat kepala (udheng) dan hiasan telinga (sumping). Para penari berdandan mencolok dan mengenakan kacamata hitam.
Masyarakat lebih mengenal tarian ini sebagai sebuah tarian yang identik dengan unsur magis dan kesurupan. Pada tarian aslinya, para penari Jathilan menari secara terus-menerus sambil berputa r-putar hingga salah satu dari mereka mengalami trance atau semacam kesurupan. Penari ini akan meraih apa saja yang ada di depannya, termasuk pecahan kaca, memakan rumput, mengupas kelapa dengan gigi dan adegan-adegan yang kelihatan tidak masuk akal lainnya. Penari mengunyah kaca seperti kudapan yang enak dan nikmat. Bagi sebagian penonton, adegan trance ini yang menjadi tontonan mengasyikkan.
Tarian ini pertunjukkan oleh penari yang menggunakan seragam prajurit dan yang lainnya menggunakan topeng dengan tokoh-tokoh yang beragam, ada Gondoruwo (setan) atau Barongan (singa). Mereka mengganggu para prajurit yang berangkat ke medan perang. Lakon yang dimainkan umumnya sama, seperti Panji, Ario Penangsang atau gambaran kehidupan prajurit pada masa kerajaan Majapahit.
Kostum lainnya berupa seragam celana sebatas lutut, kain batik bawahan, kemeja atau kaus lengan panjang, setagen, ikat pinggang bergesper, selempang bahu (srempeng), selendang pinggang (sampur) dan kain ikat kepala (udheng) dan hiasan telinga (sumping). Para penari berdandan mencolok dan mengenakan kacamata hitam.
Masyarakat lebih mengenal tarian ini sebagai sebuah tarian yang identik dengan unsur magis dan kesurupan. Pada tarian aslinya, para penari Jathilan menari secara terus-menerus sambil berputa r-putar hingga salah satu dari mereka mengalami trance atau semacam kesurupan. Penari ini akan meraih apa saja yang ada di depannya, termasuk pecahan kaca, memakan rumput, mengupas kelapa dengan gigi dan adegan-adegan yang kelihatan tidak masuk akal lainnya. Penari mengunyah kaca seperti kudapan yang enak dan nikmat. Bagi sebagian penonton, adegan trance ini yang menjadi tontonan mengasyikkan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan hadirnya bentuk kemasan baru yang lebih
dinamis, kesenian jathilan makin diminati tidak hanya menengah ke bawah, namun
kalangan menengah ke atas mulai gemar pada kesenian tari Jathilan. Adapun
pengaruh positif dan negatifnya yaitu pengaruh positif, karena dengan adanya
industri pariwisata memacu perkembangan kuantitas serta kualitas bentuk dan
gaya penyajian jathilan. Pengaruh negatif, dengan hadirnya penawaran untuk
program pariwisata, menimbulkan suasana kompetisi tidak sehat, di mana grup
satu dengan grup lain berlomba menurukan harga demi untuk dapat pentas. Kedua, ketidakmerataan
kesempatan grup jathilan tampil di tempat-tempat strategis untuk objek wisata.
Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial antar grup kesenian jathilan, yang akhirnya
berbuntut pada konflik sosial.
B.
Saran
Kesenian rakyat seperti tari Jathilan ini seharusnya
menciptakan guyub rukun, sehinggga dapat menjadi kebanggaan kelestarian seni
tari di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Nanik
Herawati. 2009. KESENIAN TRADISIONAL JAWA.
Klaten: Saka Mitra Kompetensi